Pendidikan
diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik melalui
bimbingan, pengajaran dan latihan untuk membantu peserta didik mengalami
proses diri ke arah tercapainya pribadi yang dewasa-susila.[1]
Sehingga diharapkan pendidik dapat melakukan bimbingan serta pengajaran
pada peserta didik hingga pada akhirnya peserta didik menjadi pribadi
yang dewasa.
Sejarah
pendidikan merupakan uraian yang sistematis dari segala sesuatu yang
telah diuraikan dan dikerjakan dalam lapangan pendidikan pada waktu yang
telah lampau.[2]
Sejarah pendidikan menguraikan perkembangan pendidikan dari dahulu
hingga sekarang. Sejarah pendidikan termasuk ke dalam Ilmu Mendidik
(pedagogik) di bagi menjadi 2 bagian yaitu bagian teoritis ( sistematis
dan historis) dan bagian praktis ( didaktif dan administrasi sekolah ).
Dengan
mempelajari sejarah pendidikan, kita akan sadar bahwa pendidikan itu
hendaknya disesuaikan dengan perubahan-perubahan dalam keadaan, ilmu
pengetahuan dan teknik.[3] Mengingat kondisi pendidikan di masa sekarang, masih jauh dari yang diharapkan maka diperlukan suatu reformasi pendidikan.
Pada
masa sekarang, pendidikan berdasarkan pada UUD 1945 Pasal 31 dan UU No
23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Salah satu prinsip
gerakan reformasi dalam pendidikan adalah pendidikan diselenggarakan
dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta
mereka dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan. Perubahan
mendasar menuju paradigma pendidikan masa depan adalah pelaksanaan
pendidikan berbasis sekolah atau madrasah pada tingkat pendidikan dasar
dan menengah, serta otonomi Perguruan Tinggi pada tingkat pendidikan
tinggi. Pembaharuan sistem pendidikan juga meliputi penghapusan
diskriminasi antara pendidikan yang dikelola oleh pemerintah dan
pendidikan yang dikelola oleh masyarakat, serta perbedaan pengelolaan
antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum.
Beberapa faktor yang mengakibatkan mutu pendidikan sulit untuk ditingkatkan antara lain:
1. Kebijakan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function
yang tidak konsekuen. Kebijakan ini hanya mengandalkan input yang baik
untuk menghasilkan output yang baik, masalah proses hampir diabaikan.
2. Penyelenggaraan
pendidikan secara sentralistik dan Jawa sentris. Keputusan birokrasi
dalam hal ini hampir menyentuh semua aspek sekolah, yang kadang-kadang
tidak sesuai dengan kondisi sekolah tersebut. Akibatnya, sekolah
kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk mengembangkan
lembaganya.
3. Peran
serta masyarakat dalam pengelolaan pendidikan masih kurang. Partisipasi
masyarakat dalam pendidikan hanya bersifat dukungan dana. Padahal yang
lebih penting adalah partisipasi dalam hal proses pendidikan yang
meliputi; (1) pengambil keputusan, (2) monitoring, (3) evaluasi, dan (4)
akuntabilitas. Dengan demikian, sekolah dan masyarakat secara
bersama-sama bertanggungjawab dan berkepentingan terhadap hasil
pelaksanaan pendidikan, bukan sekolah yang bertanggungjawab kepada
masyarakat terhadap hasil pelaksanaan pendidikan itu sendiri.[4]
Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan yaitu:
1. Meningkatkan Anggaran Pendidikan
Pemerintah bertanggung jawab untuk menanggung biaya pendidikan bagi warganya, baik untuk sekolah negeri maupun sekolah swasta.
2. Manajemen pengelolaan pendidikan
Manajemen pendidikan yang baik harus memperhatikan profesionalisme dan kreativitas lembaga penyelenggara pendidikan
3. Bebaskan sekolah dari suasana bisnis
Sekolah
bukan merupakan ladang bisnis bagi pejabat Dinas Pendidikan, kepala
sekolah, guru maupun perusahaan swasta. Tetapi sekolah merupakan tempat
untuk mencerdaskan bangsa.
4. Perbaikan kurikulum
Penyusunan
kurikulum hendaknya mempertimbangkan segala potensi alam, sumber daya
manusia maupun sarana dan prasarana yang ada. Pendidikan demokratis
harus membekali warga negara dengan dasar yang teguh dalam
sosio-ekonomis, mendorong tanggung jawab dan tindakan yang berani di
segala bidang, memerangi penyalahgunaan propaganda
5. Pendidikan Agama
Pendidikan
agama di sekolah bukan sebagai penyampaian dogma atau pengetahuan salah
satu agama tertentu pada siswa tetapi sebagai penginternasionalisasian
nilai-nilai kebaikan, kerendahan hati , cinta kasih dan sebagainya.
6. Pendidikan yang melatih kesadaran kritis
Sikap
yang kritis dan toleran, akan merangsang tumbuhnya kepekaan sosial dan
rasa keadilan. Oleh karena itu diharapkan bisa mengatasi kemelut sosial,
budaya, politik dan ekonomi bangsa ini.
7. Pemberdayaan Guru
Guru
hendaknya lebih kreatif, inovatif, terampil, berani berinisiatif serta
memiliki sikap politik yang jelas. Selain itu, pemerintah diharapkan
memberdayakan guru dengan program-program latihan sehingga mereka mampu
mengembangkan model-model pengajaran secara variatif.
8. Memperbaiki kesejahteraan Guru
Guru
merupakan faktor dominan dalam penyelenggaraan pendidikan.Oleh karena
itu upaya perbaikan kesejahteraan guru perlu ditingkatkan. Sehingga guru
tidak hanya dituntut untuk meningkatkan wawasan maupun mutu mengajarnya
serta meghasilkan output yang baik.[5]
Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/16/analisis-kondisi-pendidikan-di-indonesia/







Tidak ada komentar:
Posting Komentar